"Hey, namaku Shanti!"
"Mau ke Bandung,
Mas?"
"Panas ya
Cikampek, ....?"
Irwan masih termenung
sendirian di kamar kost-nya. Sapaan yang mengagetkan itu masih terngiang di
telinganya. Pikirannya masih melayang teringat peristiwa pertemuannya sekitar
seminggu yang lalu dengan Shanti di elf jurusan Cikampek-Bandung. Senyum manis
Shanti dan lembut telapak tangannya saat bersalaman masih terasa dan terus
mengganggunya.
"Ah enggak, aku
turun di pasar jum'at kok. Aku gak ke Bandung" jawab Irwan sedikit grogi.
"Tinggal di
Purwakarta, Mas?" selidik Shanti.
"Iya. Eh hampir
lupa, .perkenalkan, aku Irwan" sambungnya memberanikan diri sambil
mengulurkan tangan.
"Maaf mbak dari
mana dan mau kemana?" tanya Irwan sambil merapihkan posisi duduknya.
"Aku mau pulang ke
Bandung, Mas. Habis main dari rumah teman di Cikampek" jelas Shanti.
Hari itu mobil elf yang
mereka tumpangi sudah hampir penuh penumpang, tapi seperti biasa supir masih
belum mau tancap gas sebelum semua bangku terisi. Tidak peduli dengan para
penumpang yang sudah sejak tadi ngomel-ngomel kepanasan. Setoran lebih penting
daripada kenyamanan. Sebuah fenomena yang sudah biasa kita temui di
jalanan. Baru setelah seorang bapak masuk dan mengisi sisa bangku yang kosong,
tak lama kemudian elf pun perlahan meninggalkan terminal Cikampek.
Perkenalan Shanti dan
Irwan terjadi saat keduanya menunggu elf di terminal Cikampek. Suhu udara yang
cukup gerah tak berpengaruh bagi mereka. Walaupun Shanti berucap suhu udara
cukup panas, tapi sebenarnya dia merasakan ada hembusan hawa sejuk ketika
berkenalan dengan Irwan, lelaki yang duduk di sampingnya. Begitupun Irwan,
detak jantungnya cukup kencang begitu tangannya bersalaman dengan Shanti, gadis
manis yang baru saja dikenalnya. Obrolan mereka terus berlangsung semakin asyik
sepanjang jalur Cikampek - Purwakarta. Baru setelah elf memasuki wilayah
Koncara - pasar jum'at, obrolan mereka pun terpaksa terputus. Irwan sudah
sampai ke tempat tujuan dan ia pun harus turun. Serasa berat benar dia
melangkahkan kakinya turun ke luar elf. Andai saja dari awal dia tidak
bilang mau turun di pasar jum'at mungkin dia memilih untuk turun di Bandung
biar bisa terus ngobrol berdampingan dengan Shanti. Tapi apa mau dikata dia
sudah membayar ongkos dan kernet pun sudah meminta supir menghentikan mobilnya
persis di pengkolan pasar jum'at.
"Mas Irwan,"
tiba-tiba Shanti memanggilnya sambil memberikan secarik kertas kepada Irwan.
"Mas, ini alamat
aku, kalo ada waktu main ya ke Bandung!" ujar Shanti sambil tersenyum
manja.
"Iya deh
kapan-kapan, terimakasih ya" Irwan menerima kertas itu dan dengan malas melangkah
keluar.
Mobil elf pun melaju
melanjutkan perjalanan. Shanti masih sempat melambaikan tangannya lewat jendela
kaca dekat tempat duduknya. Sejak saat itu Irwan seperti orang linglung.
Pikirannya terus dibayangi wajah cantik gadis Bandung, Shanti. Beberapa hari
suara Shanti terus terngiang di telinganya. Sampai suatu hari dia baru
menyadari ketololannya. Secarik kertas yang diberikan Shanti waktu di elf itu
hilang entah ke mana. Hampir seharian dia mencari tapi tidak juga ketemu. Semua
laci, lemari, celana, baju dan tas pun dia bongkar tapi tetap nihil. Kesalahan
besarnya, dia lupa untuk segera menyalinnya ke daftar kontak di hp-nya. Padahal
kertas itu sering dia baca dan tertulis jelas tertera nama, nomer telepon dan
alamatnya. Baru setelah tiga hari kemudian dia menemukan secarik kertas itu
dalam keadaan hancur. Dia menemukannya dari dalam kantong baju yang beberapa
hari sebelumnya dia cuci. Lemas sudah Irwan melihat kertas itu yang sudah
menjadi sobekan-sobekan kecil dan tulisannya sudah rusak. Berkali-kali dia
mencoba menyusunnya tapi sia-sia. Serpihan yang lainnya entah ke mana.
"Sialan, ...
sialan!,..." Cuma itu yang terdengar berkali-kali dari mulutnya. Sampai
akhirnya dia tertidur karena kepalanya pusing dan kecapaian.***
No comments:
Post a Comment