TENTANG AKU

My photo
Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Thursday 29 November 2018

UNTUK GURUKU, PAK SOEPRATMAN

Aku persembahkan coretan ini teruntuk Bapak H. Soepratman Mas'oed. Sosok seorang guru bahasa Inggris yang telah banyak memotivasi dalam kehidupanku.

Entah mengapa setiap mendengar kata "guru," spontanitas aku teringat sosok Pak Soepratman. Padahal banyak sosok guru yang pernah  berjasa sejak aku duduk di bangku SD, SLTP dan SLTA dulu. Tapi tetap saja tidak mampu menggantikan sosoknya sekalipun beliau bukan guruku di sekolah formal. Beliau adalah guru bahasa Inggris saat aku kursus di OECC (Obvious English Conversation Course) di Subang tahun 1988. OECC merupakan salah satu lembaga kursus bahasa Inggris yang cukup terkenal di kota Subang pada saat itu.

Sosok pak Soepratman bagiku sangat kharismatik dan asyik dalam mengajar. Meskipun hanya 3 bulan aku belajar di OECC bersama beliau, namun banyak sekali ilmu yang aku dapat. Dan aku merasa dari sinilah awal pengenalanku dengan dunia luar yang terbuka secara perlahan.


Pak Soepratman tidak hanya mengajariku bagaimana berkomunikasi bahasa Inggris dengan baik dan benar. Beliau juga mengajarkan tentang budaya dan pergaulannya. Dengan detail dan sabar beliau ajarkan dan tanamkan dalam jiwaku. Beliau memang bukan sekedar guru, tapi juga teman dan kuanggap bapak bagi diriku.

Soal waktu belajarpun aku mendapat keistimewaan. Aku diberi waktu seluas-luasnya untuk mengikuti kegiatan belajar. Tidak saja belajar sesuai jadwal dan jam yang sudah ditentukan, tapi aku boleh mengikuti di setiap ada kelas bahasa Inggris. Bebas semauku. Dengan catatan aku harus duduk manis di bangku barisan belakang. Menyimak selama pelajaran berlangsung dan tidak boleh mengganggu.

Makanya beliau sering berkata, "Ade, you have to be smart with the time,..."
"As we have known, time is money, time is very precious." Begitu beliau sering menasehatiku.
"Alright, Sir. I will do" Aku merespon nasehatnya.

Pak Soepratman mengajariku tidak hanya di kelas, tapi  dimanapun selagi ada kesempatan. Termasuk di warteg atau saat jalan bareng sambil menikmati suasana pagi.

Sebenarnya beliau tinggal di Bandung dengan keluarganya. Tapi karena untuk bolak-balik Subang-Bandung cukup melelahkan, maka beliau tinggal di asrama bersama para siswa yang disediakan oleh pihak lembaga. Biasanya beliau pulang ke Bandung dua kali dalam sebulan.

Keseharian kami benar-benar seru dan mengasyikan. Waktu tiga bulanpun serasa cepat berlalu. Walaupun durasi tersebut adalah untuk paket Elementary Level, tapi pelajaran bahasa Inggris yang aku terima dari pak Soepratman melebihi Intermediate Level.

Selama kurun waktu tiga bulan, seminggu sekali aku diwajibkan untuk Hunting Native Speakers di tempat-tempat wisata sebagai media praktek. Biasanya aku pergi ke Ciater atau Tangkuban Perahu. Di sana banyak wisatawan asing yang bisa kutemui. Walaupun awalnya malu-malu dan tidak ada keberanian untuk berbicara dengan bule, tapi setelah beberapa kali mencoba akhirnya hilang juga rasa itu.

Untuk praktek ini, aku memang dilepas begitu saja tanpa didampingi beliau. Aku hanya diberi lembaran tugas berisi daftar percakapan yang harus dipraktekan dengan Native Speakers. Materi dialognya hanya seputar percakapan dasar yang biasa dipergunakan sehari-hari. Dari mulai greeting, menanyakan nama, alamat, hobi, sudah berapa lama di Indonesia, apa kesan-kesan selama ini, makanan favorite dan hal-hal lain seputar kunjungannya di Indonesia.

Tak jarang terjadi hal-hal lucu dan dead lock dalam percakapan karena missing words. Aku sering bingung mau bilang apa. Rasanya sulit sekali mengungkapkannya dalam bahasa Inggris. Ini semua memang keterbatasan kosa kata yang aku kuasai. Dan dalam situasi seperti ini biasanya lawan bicara langsung menutup pembicaraannya dan pergi. Mungkin mereka merasa kurang nyaman apabila diteruskan.

Pernah suatu hari aku dapat wisatawan Belanda. Terus dengan gaya sok akrab, aku nyeletuk bertanya, "Excuse me, are you Dutch, Sir?" Tanyaku sopan. Kalau penulisan sih benar, cuma masalahnya
aku lupa pengucapan kata "Dutch" diucapkan  "Dak" (Duck = Bebek). Untungnya lawan bicaraku tidak marah atau tersinggung. Mungkin juga mereka memaklumi kalau aku sedang praktek bahasa Inggris.

Nah untuk hal-hal seperti kendala di atas, biasanya aku catat dan keesokan harinya aku laporkan ke Pak Soepratman sebagai pembahasan, supaya minggu depannya kesalahan yang sama tidak terulang lagi. Dengan senang hati Pak Soepratman menerangkannya secara detail.

Begitulah terus-menerus dan berminggu-minggu aku praktek di lokasi tersebut dengan topik percakapan yang sama sampai hapal di luar kepala.

Dan ternyata apa yang telah diterapkan oleh Pak Soepratman kepadaku itu kini membuahkan hasil yang baik. Walaupun  aku hanya berpendidikan SMK, tapi berkat bimbingannya yang luar biasa. Alhamdulillah aku lolos  dari berbagai interview baik waktu aku mengikuti tes masuk di hotel berbintang 3, Marlin tes untuk bekerja di kapal pesiar internasional atau perusahaan pelayaran lainnya. Aku juga pernah dua kali terpilih untuk memimpin Speakers Committee (Crew Welfare) yaitu semacam Serikat Pekerja di kapal pesiar yang anggotanya terdiri dari para Kru multinasional.

Di sinilah kemampuan dan rasa percaya diriku benar-benar diuji. Walaupun latar belakang pendidikan bahasa Inggrisku hanya dari lembaga kursus bahasa, namun itu sama sekali tidak menghalangi semangatku. Pak Soepratman pernah menjelaskan kepadaku bahwa belajar bahasa apapun itu harus melalui sebuah proses. Tidak bisa instan. Semakin sering kita berkomunikasi dalam bahasa asing tersebut, maka kemampuan bahasa kita akan semakin meningkat.

Menguasai bahasa asing dengan baik, bahasa apapun itu sangatlah penting. Bahkan Pepatah Arab mengatakan:

من عرف لغة قوم سلم من مكرمهم
"Barangsiapa menguasai bahasa suatu kaum, maka ia selamat dari tipu daya mereka."

Dan bagiku semua itu adalah berkat ilmu yang diajarkan oleh guruku, Bapak H. Soepratman Mas'oed. Sosok yang telah banyak memberiku motivasi. Jasamu tak akan pernah kulupakan. Engkaulah pahlawan dalam hidupku. Terima kasih, guruku.

No comments:

Post a Comment