TENTANG AKU

My photo
Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Saturday 10 November 2018

HIDUP INI PERJUANGAN, JENDERAL ...!

"Di mana ada kemauan, di situ ada jalan."
Ini adalah salah satu kalimat peribahasa yang kuat melekat di hatiku. Terutama sebagai penguat di saat hati sedang galau karena beratnya kebutuhan hidup yang menuntut kerja ekstra keras agar bisa survive dari kenyataan.


Sebagai masyarakat yang hidup di level bawah, jauh dari cukup atau lebih tepat taraf hidup kekurangan, tidaklah mudah bagiku untuk memiliki sebuah sepedah motor, misalnya. Walaupun di saat sekarang penawaran kredit kepemilikan sepeda motor baik yang masih baru ataupun motor bekas (mokas) banyak ditemukan di sekitar kita. Untuk biaya keperluan hidup sehari-hari saja sering tidak mencukupi. Maklumlah aku hanya seorang penjual sayuran keliling dengan tanggungan 3 orang anak. Sementara istriku sudah tiada, sekitar 5 tahun yang lalu meninggalkan kami karena sakit.
Keseharianku berkeliling dari satu perkampungan ke perkampungan lain atau berkeliling ke komplek perumahan. Pelangganku hampir semuanya ibu-ibu yang males atau tidak punya waktu luang untuk berbelanja ke pasar. Gerobak sayur tuapun menjadi teman setia kemanapun aku pergi. Biasanya aku mulai berkeliling sekitar jam 5 pagi sampai jam 9 siang ditemani Rizki, anak laki-lakiku.

Dari ketiga anak-anakku, hanya nomer 2 yang lebih dekat dan selalu ikut denganku di saat berkeliling menjajakan dagangan. Namanya Rizki, dia baru kelas 4 SD, usianya 11 tahun. Sedangkan Kakaknya, Rina kelas 2 SMP, usianya 15 tahun. Dan yang bungsu namanya Ilham, baru masuk SD tahun lalu.

Rizki, walaupun belum cukup umur tapi sudah mengerti dengan beban berat kehidupan keluargaku. Dia juga telaten selalu membantuku membungkus dan memilah-milah sayuran serta menatanya ke atas gerobak dorong sebelum siap berjualan. Tak pernah ada rasa malu ikut berjualan bersama aku walaupun sering bertemu teman-teman sekolahnya saat kami keliling berjualan. Sebenarnya aku merasa kasihan melihatnya harus berjalan entah berapa kilo meter setiap hari mengikuti kemanapun roda gerobak sayur pergi. Apalagi kalau berleliling di musim hujan, sambil ikut mendorong gerobak kadang dia terpeleset jatuh karena licin atau beceknya jalan di perkampungan yang kami lewati. Namun hal ini tidak menjadi alasan bagi dia untuk malas menemaniku setiap hari berjualan. Apalagi dia masuk sekolah kelas siang jadi tidak mengganggu sama sekali.

Kadang aku merasa sedih, bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Bagaimana tidak, dalam kondisi kami yang serba kekurangan ini. Rasanya begitu berat dan tak sanggup untuk berkata, makanala Rizki yang belum cukup dewasa itu mengungkapkan keinginannya untuk masuk sekolah tentara. Memang itu masih beberapa tahun ke depan karena saat ini dia masih duduk di bangku SD dan belum tamat, tapi tetap saja menjadi pemikiran bagiku.

"Pak, kalau sudah lulus dari SLTA nanti, Rizki kepingin daftar sekolah tentara ya,... Biar nanti Rizki jadi orang sukses, bisa membantu Bapak terus nanti Rizki jadi Jenderal" Begitu selorohnya saat kami bercengkrama di sela-sela sibuk menata sayuran di atas gerobak. Akupun tersenyum walau hati ini ketir mendengarnya dan belum kepikiran bagaimana cara daftar ke sekolah militer itu. 
"Makanya kamu harus rajin belajar dan juga membantu Bapak ya, Nak?" 
"Hidup ini perjuangan, Jenderal.... !" Kataku menyemangati dan tanpa sadar kusebut dia Jenderal sambil kuusap kepalanya penuh rasa haru dan sayang.
"Siap, Komandan.... Laksanakan" Jawabnya refleks sambil mengangkat tangan kanannya ke atas layaknya seperti seorang tentara yang sedang memberi hormat kepada komandannya. Kamipun berdua tertawa. Entah dari mana cita-cita dia jadi tentara itu asalnya, aku tidak tahu dan belum pernah menanyakanya.

"Memang kenapa sih kok Rizki mau daftar jadi tentara?" Tanyaku penasaran.

"Soalnya Rizki suka membaca buku sejarah dan bangga dengan perjuangan serta kepahlawanan Jenderal Sudirman, Pak"
"Tentara itu hebat dan kuat dalam mengusir para penjajah dulu, Pak" Rizki menjelaskannya berapi-api.
"Bapak juga hebat dan sabar" Katanya lagi.
"Tapi Bapak kan bukan tentara ataupun Jenderal, cuma tukang sayur keliling" Kataku agak memancing.
"Iya, tapi bagi Rizki, Bapak adalah tentara dan Jenderal di keluarga. Bapak berjuang seorang diri untuk menafkahi keluarga bertahun-tahun lamanya. Bertahan untuk tetap hidup dan merdeka dari kemiskinan. Bapak adalah pahlawan sejati bagi anak-anakmu, Bapak hebat, ..." Begitu jawab Rizki.

Dia tidak kuat untuk melanjutkan kata-kanya, lidahnya kelu, bibirnya kelihatan bergetar tanpa kata. Dan, ... untuk pertama kalinya Rizki memelukku sambil menangis tersedu-sedu. Air matakupun tak terasa menetes membasahi pundaknya dan turut larut dalam suasana haru.
"Semoga Allah SWT membukakan jalan kepada kita sehingga kelak kau bisa meraih cita-citamu sebagai seorang Jenderal yang senantiasa mengayomi masyarakat. Bapak bangga padamu, Nak" Kataku lirih dalam hati.


No comments:

Post a Comment