TENTANG AKU

My photo
Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia

Monday 31 December 2018

DI BALIK HUJAN, ADA RINDU


Sore itu langit bak menangis tak henti-hentinya. Air hujan bagaikan tumpah dari langit begitu saja. 
Sesekali kilatan petir terpantul lewat jendela kaca kamarku. Sambil berselimutkan sarung, pandanganku menerobos keluar. Menembus derasnya hujan.
Anganku. Ya, anganku menemuimu di seberang sana. Di sebuah rumah berpagar bambu. Kuyakin kaupun menunggu kehadiranku walau dalam angan. Tak peduli hujan badai sekalipun. Aku dan kau tak kuasa menahan rindu.

Oh dinda lestariku, apakah kau baik-baik di sana? Getar hati ini tak mungkin kubohongi. Ada cinta yang tumbuh begitu dasyat. Mekar tersiram derasnya air hujan. Bertahan dari terpaan angin yang beranjak menuju temaram.

Perlahan kubuka album kenangan manis saat kita bersama. Halaman demi halaman bercerita tentang rasa dan gelora yang tak terlontarkan lewat kata-kata. Oh indahnya. Aku memang sedang jatuh cinta.
"Mas, kita ke saung sebelah sana yu!" Rasti mengajakku berpindah tempat berteduh.
"Ayoo..." jawabku sambil menggandeng tangannya menuju saung dekat curug itu.
Aku membuka sweaterku dan kukerudungkan untuk menutupi kepala Rasti agar tidak kehujanan. Aku tak mau dia basah kuyup. Dalam hati "Biar saja aku yang kehujanan".
Saat itu kami berdua tengah berwisata di curug Capolaga, daerah Subang-Jawa Barat. Di pertengahan Januari sekitar 2 tahun yang lalu. Curah hujan memang cukup tinggi intensitasnya. Setiap hari turun hujan. Begitupun hari itu. Hujan mengiringi langkah kaki kami. Namun tak ada sedikitpun rasa terganggu. Hati tetap berbunga-bunga. Semakin deras hujan mengguyur, semakin hangat kurasakan remasan tangannya.Ah, terlalu indah rasanya untuk dikenang.
Saat itu aku dan Rasti baru tiga bulan jadian. Pertemuanku dengannya terjadi secara tak disengaja. Waktu itu aku sedang mengantri di kasir mini market. Di depan meja kasir ada 3 orang yang menunggu giliran. Di barisan depan seorang cewek tapi aku tak tahu namanya. Rasti berdiri di barisan tengah sedangkan aku paling belakang.
Setelah selesai melayani orang pertama, kasirpun mulai melayani orang kedua, Rasti. Semua belanjaan sudah dihitung oleh kasir dan nominalpun disebutkan. Tadinya aku acuh saja karena itu bukan giliranku. Akupun belum mengenal Rasti. Tapi aku melihat Rasti tampak begitu kebingungan, panik. Dia membuka dompet dan merogoh saku baju dan celana Jeans-nya. Berkali-kali tapi tetap tak menemukan apa-apa. Wajahnya mulai pucat dan raut mukanya seolah minta pertolongan. Aku yang dari tadi memperhatikannya, jadi timbul rasa kasihan.
"Maaf kenapa, Mbak?" tanyaku.
"Anu Mas uang aku gak ada" jawab Rasti sambil memperlihatkan bagian dalam dompetnya.
"Hilang atau bagaimana, Mbak?" tanyaku lagi.
"Perasaan sih aku simpan di dompet tapi kok gak ada ya?" jawabnya putus asa.
"Oh, ya sudah begini saja, bagaimana kalau aku bayarin dulu? nanti sampai di rumah bisa diingat-ingat lagi." aku mencoba menawarkan solusi.
"Emmm... boleh deh. Terimakasih ya, Mas" jawab Rasti malu-malu.
Nah, dari sinilah awal hati ini tertaut. Entah magnet apa yang begitu kuatnya mampu menggetarkan jantungku berdegup kencang. Dari sinipula aku pertama kali mengenal namanya yang indah, Rasti. Kontak telepon dan jalan barengpun mengisi hari-hariku. Mungkinkah Tuhan telah mengirimkan Rasti untuk menjadi pendamping hidupku? Ah tak tahulah...
Tak terasa aku tersenyum sendiri mengingat semua itu. Sampai akhirnya aku tersadar. Lamunanku buyar. Dari kejauhan telah terdengar kumandang suara adzan maghrib. Dan akupun beranjak menutup jendala kamarku. Hujan sore ini telah menghanyutkanku ke masa silam dan membawaku pada kerinduan.
 — bersama Aprilia Alineaku.

No comments:

Post a Comment